TUGAS MAKALAH
053.KK.18
Guru Pembimbing : Drs. Suwito
Materi :
Ø Analisa
Kuantitatif Permanganometri.
Ø Analisa
Kuantitatif Yodometri.
Ø
Analisa Kuantitatif Argentometri.
Disusun
Oleh : 1) Novi Patminingsih (7835/4452.053)
2) Nurul Fatimah (7839/4456.053)
3)
Pawestri Cahyaning K (7842/4459.053)
SMK NEGERI 3 KIMIA
MADIUN
Jln. Mayjend
Panjaitan no. 20A MADIUN
A. ANALISASI
KUANTITATIF PERMANGANOMETRI
1. Dasar Teori
Permanganometri disebut juga dengan metode
oksidimetri karena merupakan analisis kuantitatif yang di dasarkan pada sifat
oksidasi dari larutan standartnya. Pada umumnya larutan zat yang
ditritrasi bersifat reduktor, sehingga dalam reaksi ini reaksinya berupa
reaksi redoks. (Khopkar, 2002).
Permanganat
bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan pereaksi ini,
namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis
untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi
permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan
ditemukan dalam penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah agen
unsur pengoksida, yang cukup kuat untuk mengoksida Mn(II) menjadi MnO2 sesuai
dengan persamaan
3Mn2+ + 2MnO4-
+ 2H2O → 5MnO2 + 4H+Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi
permanganometri, antara lain terletak pada: Larutan
pentiter KMnO4¬ pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan
KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada
titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang
seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa. Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan
reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi
oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu.
Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi
dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe+,
asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion logam
yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan
permanganometri seperti:
1. Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg
(I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci,
dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara
kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi
dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
2. Ion-ion Ba dan Pb dapat pula
diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan
dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+
dioksidasi oleh khromat tersebutdan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan
menitrasinya dengan KMnO4.
Prinsip dari
titrasi permanganometri adalah berdasarkan reaksi oksidasi dan reduksi.
Permanganometri adalah titrasi yang
didasarkan pada reaksi redoks. Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai
oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik
titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam
suatu sample.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi.
Kalium Permanganat distandarisasikan dengan menggunakan natrium oksalat atau sebagai arsen (III) oksida standar-standar primer. Reaksi yang terjadi pada proses pembakuan kalium permanganat menggunakan natrium oksalat adalah:
5C2O4- + 2MnO4- + 16H+ → 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O
Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan kelebihan permanganat.
Cara
Permanganometri adalah untuk menentukan kadar besi (Fe) yang terdapat dalam
sampel. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sampel yang mengandung
Fe, kalium permanganat (KMnO4) 0,1 N, asam oksalat (H2C2O4) 0,1 N, asam sulfat
(H2SO4) 6 N dan asam fosfat (H3PO4) 85%. Sedangkan alat yang digunakan yaitu
satu set alat standardisasi, pemanas, gelas ukur, erlenmeyer dan pipet volum.
Prosedur percobaan ini adalah penyiapan larutan kalium permanganat 0,1 N
kemudian standarisasi kalium permaganat dengan cara mentitrasi larutan tersebut
menggunakan asam sulfat 6 N dan menentukan kadar besi dengan cara mentitrasi
sampel menggunakan larutan kalium permanganat. Dari percobaan ini menunjukan
bahwa kadar besi (Fe) yang terdapat dalam sampel adalah 0,002 N, dan % ralat Fe
sebesar 99 %.
Ø Peralatan
Permanganometri
1.
Statif dan Klem
2.
Buret
3.
Erlenmeyer
4.
Beaker glass
5.
Gelas ukur
6.
Corong glass
7.
Kasa penyangga
8.
Pipet tetes
9.
Termometer
10.
Penanggas air
11.
Batang Pengaduk
Bahan:
1.
KmnO4
2.
Asam Oksalat
3.
Aquades
Ø Prosedur Percobaan
Prosedur
Penyiapan Larutan KMnO4 0,1 N :
1. Sebanyak 3,16 gram
kristal KMnO4 ditimbang dan dimasukkan kedalam beker gelas.
2. Ditambahkan
kedalam beaker gelas aquades hingga volume 200 ml.
3. Larutan diaduk
rata dan dipanaskan hingga mendidih.
4. Larutan didinginkan
dan disimpan kedalam botol coklat agar tidak terkontaminasi.
5. Apabila larutan
akan digunakan larutan harus distandarisasi terlebih dahulu.
Ø Prosedur
Standarisasi Larutan KMnO4 0,1 N
1. Dipipet 10 ml
larutan asam oksalat 0,1 N menggunakan pipet volume, masukkan kedalam
erlenmeyer 100 ml.
2. Ke dalam
erlenmeyer ditambahkan 10 ml H2SO4 6 N aduk rata kemudian panaskan hingga
mencapai 70-80 oC menggunakan penangas air.
3. Dalam keadaan
panas titrasi perlahan-lahan dengan larutan KMnO4 0,1 N hingga diperoleh warna
merah rosa yang stabil.
4. Setelah warna
tersebut terbentuk, catat volume KMnO4 yang terpakai.
5. Percobaan di atas
dilakukan sebanyak 3 kali.
6. Dihitung volume
KMnO4 rata-rata, konsentrasi dan % ralatnya.
Ø Prosedur Penentuan
Kadar Besi (Fe)
1. Sampel yang mengandung
larutan Fe2+ dipipet 15 ml dimasukkan kedalam Erlenmeyer.
2. Ditambahkan 10 ml
H2SO4 dan 2 ml H3PO4 85%.
3. Lakukan titrasi
perlahan-lahan dengan larutan KMnO4 0,05 N hingga terjadi perubahan warna merah
rosa yang stabil.
4. Apabila warna
tersebut telah terbentuk, dicatat volume KMnO4 yang terpakai.
5. Percobaan di atas
dilakukan sebanyak 3 kali.
6. Dihitung
konsentrasi Fe dalam sampel dan % ralatnya
Sumber
:
B.
Analisa
Kuantitatif Yodiometri (iodiometri )
1.
Dasar Teori
Iodimetri merupakan
titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang
pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sample atau
terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodida .Iodimetri adalah
titrasi redoks dengan I2 sebagai penitar. Dalam reaksi redoks harus selalu ada
oksidator dan reduktor ,sebab bila suatu unsur bertambah bilangan
oksidasinya (melepaskan electron ), maka
harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (menangkap
electron) ,jadi tidak mungkin hanya ada oksidator saja ataupun reduktor saja.
Dalam metoda analisis ini , analat dioksidasikan oleh I2 , sehingga I2
tereduksi menjadi ion iodida :
A
( Reduktor ) + I2 → A (
Teroksidasi ) + 2 I -
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu
kuat (lemah) , sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor kuat yang dapat
dititrasi. Indikator yang digunakan adalah amilum yang akan memberikan warna
biru pada titik akhir penitaran .
I2
+ 2 e - → 2 I-
Iod merupakan zat padat yang sukar larut
dalam air (0,00134 mol/L) pada 25◦C , namun sangat larut dalam larutan yang
mengandung ion iodida . iod membentuk kompleks triiodida dengan iodida :
I2
+ I- → I3-
Ion cenderung dihidrolisis membentuk asam
iodide dan hipoiodit :
I2
+ H2O → HIO
+ H+ + I-
Larutan
standar iod harus disimpan dalam botol gelap untuk mencegah peruraian HIO oleh
cahaya matahari .
2HIO
→ 2 H+ + 2 I- +O2 (g)
Dalam
analisa volumetri, yang dimaksud proses yodiometri adalah proses titrasi
terhadap iodium ( I2 ) bebas dalam larutan, sedang proses iodimetri adalah
proses titrasi menggunakan larutan I2 sebagai standar.
Pada sebagian besar titrasi
yodiometri, bila didalam larutan terdapat kelebihan ion iodida, maka akan
terjadi ion Triiodida ( I3- ). Hal ini disebabkan karena iodium sangat cepat
larut dalam larutan iodida. Khusus dalam proses titrasi iodo-iodimetri, maka
yang dimaksud dengan berat ekivalen suatu zat adalah banyaknya zat tersebut
yang dapat bereaksi atau dapat
Membebaskan
1 gram I. Dibandingkan dengan oksidator-oksidator seperti : KMnO4, K2Cr2O7,
atau Ce(SO4)2, I2 merupakan oksidator yang lebih lemah, tetapi merrupakan suatu
reduktor yang lebih kuat.
Larutan I2 dalam larutan KI encer
berwarna coklat muda. Bila 1 tetes larutan I2 0,1 N dimasukkan kedalam 100 ml
aquadest akan memberikan warna kuning muda, sehingga dapat dikatakan bahwa
dalam suatu larutan yang tidak berwarna I2 dapat berfungsi sebagai indikator.
Namun demikian, warna yang terjadi dalam larutan tersebut akan lebih sensitif
dengan menggunakan larutan kanji sebgai katalisatornya karena kanji dengan I2
dalam larutan KI bereaksi menjadi suatu kompleks iodium yang berwarna biru,
meskipun konsentrasi I2 sangat kecil.
Kegunaan Iodometri:
*Untuk menetapkan kadar larutan iodin, larutan natrium tiosulfat dan
zat-zat yang dapat bereaksi dengan iodida membebaskan iodin.
Contoh Kegunaannya:
- Penetapan kadar CaOCl2 dalam kaporit
CaOCl2 + 2HCl ? CaCl2 + H2O +
Cl2
Cl2+ 2 KI? 2KCl + I2
- Penetapan kadar kalium bikhromat
Cr2O72- + 14H3O+ +
6e ? 2Cr3+ + 21H2O
( 2I- ? I2 + 2e ) X3
Cr2O72- +
14H3O+ + 6I- ? 2Cr3+ +
7H2O + 3I2
3. Penetapan kadar FeCl3
KI + HCl ? KCl + HI
FeCl3 + 2HI ? 2HCl +
2FeCl3 + I2
4. Penetapan kadar CuSO4
2CuSO4 + 4KI ? 2K2SO4 +
2CuI2
2CuI2 ? 2CuI + I2 +
2 CuSO4 + 4KI? 2K2SO4 +
2CuI + I2
5. Penetapan kadar NaClO
dalam pemutih
Cl2 + 2NaOH ? NaCl +
NaClO + H2O
Hal-Hal
Yang Harus Diperhatikan Pada Titrasi Secara Yodiometri
“Oksigen
Error” terjadi jika dalam larutan asam (kesalahan makin besar dengan
meningkatnya asam).
Pencegahan
: -suasana atmosfir inert
- penambahan CO2 padat
atau NaHCO3
Reaksi yodiometri dilakukan dalam suasana asam
sedikit basa (pH<8), jika terlalu basa, maka
akan
terjadi reaksi: I2 + 2-OH IO-(ion hipoiodit) + I- +
H2O
3IO 2I-
+ IO3-(ion iodat)
Sehingga
volume tiosufat (titran) berkurang, kesalahan sampai 4% terjadi pada pH sekitar
11,5 larutan kanji yang
telah rusak akan memberi warna violet yang sulit hilang warnanya, sehingga akan
mengganggu penitaran. Pemberian kanji terlalu awal, dapat menyebabkan iodium
menguraikan amilum dan hasil peruraian mengganggu perubahan warna pada titik
akhir penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut dalam
air tetapi mudah larut dalam KI, jadi KI yang ditambahkan selain mereduksi
analit juga melarutkan I2 hasil reaksi.
Terdapat dua cara melakukan
analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan
tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk
mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada
titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat
iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung
disebut iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion
iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan
secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau
asam arsenit).(Bassett,1994).
Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran. perubahan warna yang terjadi pada larutan akan semakin jelas dengan penambahan indikator amilum/kanji.
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia
Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat.
Kegunaan iodine dalam alcohol yang di sebut tingtur yodium,merupakan obat antiseptic bagi luka-luka agar tidak terkena infeksi. Dalam industry tapioca,maizena dan terigu,larutan I2 dalam air dipakai untuk mengindentifikasi amilum, sebab I2 dengan amilum akan memberikan warna biru. Iodometri adalah analisa titrimetri yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi (III), tembaga (II), dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Metode titrasi iodometri (tak langsung) menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai titran untuk menentukan kadar iodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks.Garam ini biasanya berbentuk sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat.
Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran. perubahan warna yang terjadi pada larutan akan semakin jelas dengan penambahan indikator amilum/kanji.
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia
Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat.
Kegunaan iodine dalam alcohol yang di sebut tingtur yodium,merupakan obat antiseptic bagi luka-luka agar tidak terkena infeksi. Dalam industry tapioca,maizena dan terigu,larutan I2 dalam air dipakai untuk mengindentifikasi amilum, sebab I2 dengan amilum akan memberikan warna biru. Iodometri adalah analisa titrimetri yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi (III), tembaga (II), dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Metode titrasi iodometri (tak langsung) menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai titran untuk menentukan kadar iodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks.Garam ini biasanya berbentuk sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat.
Dalam iodometri I- dioksidasi
oleh suatu oksidator. Jika oksidatornya kuat tidak apa – apa, tetapi jika
oksidatornya lemah maka oksidasinya berlangsung sangat lambat dan mungkin tidak
sempurna, ini harus dihindari. Cara menghindarinya :
- Memperbesar
[H+], jika oksidasinya kuat dengan menambah H+ atau menurunkan pH.
- Memperbesar
[I-], misalnya oksidasi dengan Fe3+.
- Dengan
mengeluarkan I2 yang berbentuk dari
campuran reaksi : misalnya dikocok dengan kloroform, karbon tetra klorida atau
bisulfida, maka I2 akan masuk dalam pelarut
organik ini, sebab I2 lebih mudah larut dalam
senyawa solven organic daripada dalam air.
Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah
sebagai berikut :
IO3-
+ 5I-
+ 6H+ →
3I2
+ H2O
I2 +
2S2O32-
→ 2I- +
S4O62-
*Bentuk fisik zat
Nama Zat
|
Pengamatan
|
Cu
HNO3
6 M
H2SO4
pekat
NH3 6 M
H2SO4 3M
H3PO4
KI
Na2S2O3
Larutan Na2S2O3
Larutan KI
CuSO4
Larutan CuSO4
Larutan
amilum
Larutan
KSCN
|
Logam berwarna kuning emas mengkilap
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
Serbuk berwarna putih
Bongkahan bening
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
Bongkahan berwarna biru
Bongkahan berwarna biru
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
|
2. Tujuan:
Ø Membuat larutan
Natrium Thio Sulfat (Na2S2O3) 0,1 N
Ø Menetapkan
normalitas Natrium Thio Sulfat (Na2S2O3) 0,1 N
Ø Menentukan kadar
Cu ( II ) dalam cupri sulfat
Ø Menentukan kadar
klorin pada pemutih (NaClO)
3. PRAKTEK
ALAT
DAN BAHAN
·
Alat yang digunakan
Ø
Buret
Ø
Statif dan Klem
Ø
Alas Titar
Ø
Erlenmeyer 250 ml
Ø
Gelas Beker
Ø
Labu ukur 100 dan 250 ml
Ø
Pipet gondok 25 ml
Ø
Kaca Arloji
Ø
Pipet ukur
Ø
Pipet Tetes
Ø
Propipet
Ø
Sudip
Ø
Termometer
Ø
Kompor listrik
Ø
Botol semprot
Ø
Neraca Analisi
|
·
Bahan yang digunakan:
Ø
Aquades
Ø
Kalium Dikromat ( padat )
Ø
Larutan KI 20%
Ø
Larutan H2SO4 4 N
Ø
Larutan Natrium thio sulfat (Na2S2O3) 0,1 N
Ø
Indikator Amilum
Ø
Cupri sulfat ( padat )
Ø
Pemutih ( NaClO )
|
·
Prosedur Kerja
Prosedur Kerja umum
1) Siapkan tempat untuk kita melakukan
praktikum
2) Persiapkan alat-alat yang akan digunakan
pada proses titrasi
3) Cuci dan bersihkan alat -alat yang akan
digunakan
4) Siapkan bahan-bahan yang akan digunakan
5) Pasang buret pada statif
B.
Prosedur Kerja Pembuatan Larutan H2SO4 4N
Ø
Siapkan labu ukur 250 ml kemudian diisi dengan aquades secukupnya
Ø
Ambil larutan H2SO4 4N sebanyak 27,7 ml dengan menggunakan pipet gondok 25 ml
dan pipet ukur 5 ml
Ø
Masukkan kedalam labu takar 250 ml yang telah diisi dengan aquades tadi
Ø
Tambahkan aquades hingga tanda garis
Ø
Kocok-kocok dengan cara searah sehingga menjadi homogen
Ø
Apabila masih terasa panas masukkan atau rendam labu ukur tadi kedalam air dan
diamkan hingga dingin
Ø
Larutan H2SO4 telah siap digunakan untuk bahan tambahan pada proses titrasi
penentuan standarisasi KMnO4
C.
Prosedur Kerja Pembuatan larutan kalium dikromat dan penentuan standarisasi
larutan tiosulfat.0,1N
Ø
Timbang kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,5 gram dengan menggunakan gelas arloji dan
neraca analitis
Ø
Masukkan kedalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan aquades sampai tanda
garis 100 ml
Ø
Ambil dengan menggunakan pipet gondok sebanyak 10 ml, masukkan dalam erlenmeyer
100 ml, dan tambahkan 3 ml larutan KI 10% kemudian tambahkan lagi 10 ml larutan
H2SO4 4N kedalam larutan tersebut
Ø
Kocok-kocok hingga sampai menjadi homogen
Ø
Tutup rapat-rapat dan simpan ditempat yang gelap selama lebih kurang 3 menit
Ø
Siapkan larutan tiosulfat (Na2S2O3) sebagai titran pada buret
Ø
Lakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna pada campuran larutan kalium
dikromat dari warna coklat tua menjadi kuning kehijauan
Ø
Tambahkan Amilum ± 3-7 tetes hingga terjadi perubahan warna dari kuning
kehijauan menjadi biru tua kehitaman
Ø
Lakukan titrasi kembali hingga berubah dari biru tua kehitaman menjadi warna
biru muda
Ø
Lakukan titrasi sebanyak 3 kali agar mendapatkan hasil yang lebih tepat
Ø
Hitung, catat dan rata-ratakan hasil volume larutan thiosulfat yang terpakai.
D.
Prosedur Penetapan Kadar Cu(II) dalam cupri sulfat
Ø Timbang ± 0,781 gram cupri sulfat (CuSO4)
menggunakan gelas arloji dan neraca analitik
Ø
Larutkan dengan aquades dalam gelas bekker hingga menjadi larutan homogen
Ø
Masukkan kedalam labu ukur 50 ml dan encerkan dengan aquades hingga tanda garis
Ø
Kocok hingga menjadi larutan homogen
Ø
Ambil sebanyak 10 ml dengan menggunakan pipet gondok 10 ml
Ø
Masukkan dalam erlenmeyer 250 ml tambahkan larutan KI 10% sebanyak 5 ml dan
H2SO4 4N sebanyak 10 ml. Larutkan sampai menjadi homogen
Ø
Tutup dengan plastik dan simpan ditempat yang gelap selama ± 3 menit
Ø
Siapkan larutan thiosulfat sebagai larutan titran dalam buret
Ø
Lakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna dari warna coklat tua menjadi
warna kuning kehijauan.
Ø
Tambahkan amilum ± 3-5 tetes sampai terjadi perubahan warna dari kuning
kehijauan menjadi biru tua
Ø
Lakukan titrasi kembali sampai warnanya berubah menjadi putih susu
Ø
Lakukan titrasi sebanyak 3 kali
Ø
Catat volume thiosulfat yang dipakai dan jumlahkan jumlah rata-rata dari ketiga
titrasi tadi
E.
Penetapan kadar klorin pada pemutih (NaClO)
Ø
Ambil cairan pemutih (Bayclin) sebanyak 5 ml dengan menggunakan pipet gondok 5
ml
Ø
Masukkan kedalam labu takar 100 ml dan encerkan dengan aquades hingga tanda garis
Ø
Kocok sampai menjadi larutan yang homogen
Ø
Ambil sebanyak 5 ml dengan menggunakan pipet gondok 5 ml dan masukkan kedalam
tabung erlenmeyer
Ø
Tambahkan KI 20% sebanyak 5 ml dan H2SO4 sebanyak 5 ml
Ø
Lakukan titrasi dengan larutan thiosulfat sebagai titran dan larutan campuran
pemutih sebagai titrat sampai terjadi perubahan warna dari merah tua menjadi
kuning emas
Ø
Tambahkan Amilum sebanyak ± 3-5 tetes sampai terjadi perubahan warna dari
kuning emas menjadi kuning kehijauan pekat
Ø
Lakukan titrasi kembali sampai warnanya berubah menjadi warna jernih.
Ø
Lakukan titrasi sebanyak 3 kali
Ø
Catat volume thiosulfat yang dipakai dan jumlahkan jumlah rata-rata dari ketiga
titrasi tadi
Hasil
dan Pengamatan
1. Pengamatan pada proses Penentuan
Standarisasi Kalium Dikromat dengan titran Thiosulfat (Na2S2O3)
Ø
Pada awalnya warna kalium dikromat yang diencerkan dengan faktor pengencer
100/10 berwarna kuning setelah tambah KI 10% sebanyak 3 ml warnanya berubah
menjadi coklat tua dan setelah ditambahkan H2SO4 4N sebanyak 10 ml warnaya
berubah kembali menjadi warna coklat tua pekat kemudian setelah dititrasi
dengan larutan thiosulfat sebanyak ±10 ml warnanya berubah menjadi kuning
kehijauan dan ditambahkan amilum sebanyak ±3 tetes warnanya berubah menjadi biru
tua kehitaman kemudian dititrasi kembali dengan thio sebanyak ±1ml larutannya
kembali berubah warna menjadi biru muda dan apabila warnanya telah menjadi biru
muda maka proses titrasi telah selesai dan hasil thio yang terpakai dijadikan
sebagai volum titrasi serta untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat sebaiknya
titrasi dilakukan lebih dari satu dan kita ambil hasil akhir dari titrasi
adalah hasil rata-rata dari jumlah titrasi yang kita lakukan.
Ø
Sebelum dilakukan titrasi yodiometri larutan harus didiamkan beberapa menit
ditempat yang gelap atau tidak terkena sinar hal ini disebabkan sifat dari
larutan yodiometri yang mengandung iodium yang sangat peka terhadap oksigen
apabila dibiarkan terkena sinar akan menyebabkan pH asamnya terus naik dan itu
sangat sulit untuk dilakukan titrasi dengan larutan thiosulfat karena untuk
melakukan titrasi keadaan pH larutan iodium harus dalam keadaan sedikit basa
(pH<8) tetapi apabila terlalu basa juga tidak bagus karena akan terjadi
endapan iodium.
Ø
Pada percobaan ketiga pada titrasi penentuan standarisasi thiosulfat KI yang
digunakan adalah KI 20% sehingga karena kadar KI yang banyak menyebabkan pada
saat penambahan amilum warnanya langsung berubah menjadi biru muda sehingga
tidak dilakukan titrasi kembali karena telah bersifat basa
2. Pengamatan pada proses Penentuan Kadar
Larutan cu dalam cupri sulfat
Ø
Pada awalnya larutan CuSO4 berwarna biru muda ditambah KI 10% 5 ml dan H2SO4 4N
10 ml warnanya menjadi coklat tua. Kemudian setelah dititrasikan dengan
thiosulfat sebanyak ±5,5 ml warnanya
berubah menjadi kuning kehijauan dan setelah ditambahkan amilum beberapa tetes
warnanya menjadi biru tua dan dilakukan titrasi kembali dengan thiosulfat
sebanyak ±6,6 ml warnanya menjadi putih susu dan setelah dibiarkan beberapa
sa’at terdapat endapan berwarna putih pekat.
Ø
Pada percobaan titrasi 2 dan 3 kemungkinan kadar kanji dalam larutan KI 10%
telah rusak karena setelah dititrasi dan didiamkan beberapa sa’at warnanya
berubah dari putih susu menjadi kekuning-kuningan atau keruh dan mengendap.
Ø
Titrasi dilakukan pada saat larutan CuSO4 telah didiamkan paling lama 3 menit
ditempat yang gelap.
3. Pengamatan pada penentuan kadar klorin
dalam pemutih (Bayclin)
Ø
Pada awalnya larutan pemutih dengan faktor pengencer 100/5 berwarna jernih dan
setelah ditambah KI 20% dan H2SO4 4N warnanya berubah menjadi merah tua dan
setelah dilakukan titrasi dengan thiosulfat sebanyak ±3 ml warnanya berubah
menjadi warna kuning keemasan dan setelah ditambahkan amilum warnanya berubah
menjadi warna kuning kehijauan dan setelah dilakukan titrasi kembali dengan
thiosulfat sebanyak ±0,5 ml warnanya berubah menjadi bening atau tidak
berwarna.
Ø
Pada titrasi penentuan kadar klorin dalam pemutih larutan CuSO4 tidak dilakukan
proses ditempat yang gelap.
C. Analisa
Kuantitatif Argentometri
1. Dasar Teori
Argentometri adalah suatu proses
titrasi yang menggunakan garam argentum nitrat (AgNO3) sebagai
larutan standard. Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu
cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan
titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Salah satu cara
untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri
(titrasi). Volumetri Dalam titrasi argentometri, larutan AgNO3 digunakan untuk
menetapkan garam-garam halogen dan sianida karena kedua jenis garam ini dengan
ion Ag+ dari garam standard AgNO3 dapat memebentuk suatu
endapan atau suatu senyawa kompleks sesuai dengan persamaan reaksi berikut ini
:
NaX + Ag+ Û AgX + Na+ ( X = halida )
KCN + Ag+ Û AgCN + K+
KCN +
AgCN Û K{Ag(CN)2}
Argentometri termasuk salah satu cara analisis kuantitatif dengan sistem
pengendapan. Cara analisis ini biasanya dipergunakan untuk menentukan ion-ion
halogen, ion perak, ion tiosianat serta ion-ion lainnya yang dapat diendapkan
oleh larutan standardnya.
Dasar titrasi
argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran
dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl
dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk
garam yang tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) ->
AgCl(s) + NaNO3(aq)
Argentometri
titrasi yang didasarkan pada reaksi pengendapan. Titrasi ini terbatas pada
reaksi antara ion Ag+ dengan anion-anion X- yaitu : halida, tiosianat dan
sianida. Pada titrasi ini AgNO3 digunakan sebagai larutan standar.
Ag++X-AgX(p)
Suatu reaksi pengendapn berkesudahan bila endapan yang terbentuk mempunyai kelarutan yang cukup kecil. Di dekat titik ekivalennya akan terjadi perubahan besar dari konsentrasi ion-ion yang dititrasi. Untuk menunjukan berakhirnya suatu reaksi pengendapan dipergunakan suatu indikator yang baru menghasilkan suatu endapan bila reaksi dipergunakan dengan berhasil baik untuk titirasi pengendapan ini.
Dalam titrasi pengendapan dikenal tiga metode yaitu
a. Metode Mohr
Ag++X-AgX(p)
Suatu reaksi pengendapn berkesudahan bila endapan yang terbentuk mempunyai kelarutan yang cukup kecil. Di dekat titik ekivalennya akan terjadi perubahan besar dari konsentrasi ion-ion yang dititrasi. Untuk menunjukan berakhirnya suatu reaksi pengendapan dipergunakan suatu indikator yang baru menghasilkan suatu endapan bila reaksi dipergunakan dengan berhasil baik untuk titirasi pengendapan ini.
Dalam titrasi pengendapan dikenal tiga metode yaitu
a. Metode Mohr
Metode ini di pakai terutama dalam penentuan klorida
dan bromida.Suatu larutan klorida dititrasi dengan larutan AgNO3,maka
akan terjadi :

Titik akhir titrasi dapat dinyatakan dengan indicator
larutan K2CrO4 dengan ion Ag+ berlebih
menghasilkan endapan merah dari AgCrO4. Kelebihan dari AgCl yang
berwarna putih mulai berubah warna menjadi kemerah-merahan. Titrasi ini harus
dilakukan dalam suasana netral agar dapat diperoleh dalam keadaan murni. Sebagai larutan baku primer mempunyai bobot
equivalen yang tinggi.
b. Metode
Volhard
Titrasi ini dilakukan secara tak langsung di mana ion
halogen di endapkan oleh ion Ag+ berlebih-lebihan. Kelebihan ion
perak dititrasi dengan larutan KCNS atau NH2CNS. Titk akhir titrasi
dapat dinyatakan dengan indicator ion FE+++ yang dengan ion CNS
berlebihan menghasilkan larutan berwarna merah. Titrasi dilakukan dalam suasana
asam yang berlebihan.
c. Metode
Vajans
Metode ini adalah suatu halogen dengan AgNO3
membentuk endapan perak halogenida yang pada titik equivalen dapat mengabsorpsi
berbagai zat warna,dengan demikian terjadi perubahan warna. Klorida dapat
dititrasi dengan indicator flouresen bromida,iodide dan thiosianat dapat
dititrasi dalam suasana asam lemah.
Bila kita alurkan volume
titransebagai absis dan pAg atau pX (X =anion yang di endapkan oleh Ag+)
sebagai ordinat,maka akan diperoleh kurva titrasi. Di situ titrant ialah AgNO3
dan yang di titrasi adalah NaCl. Perhitungan koordina adalah sebagai berikut :
a) Awal :
pCl = -log [NaCl] ; misal [NaCl]= 0,1 maka pCl = 0,1
b) Sebelum
titik akhir : Ag+ + Cl-
↔ AgCl
Y (a – n)
+ y( n – y )
Di mana
a = mmol Cl- semula (jumlah analitis)
n = mmol Ag+ yang telah di
tambahkan
y = mmol Ag+ yang tak terendapkan
sebagai akibat
kesetimbangannya;
maka jumlah AgCl yang terendap (tanpa
kesetimbangan)ialah n mmol. Boleh dibayangkan,bahwa kemudian y mmol AgCl larut
kembali untuk memenuhi hokum kesetimbangan ,dengan membentuk kembali y mmol Ag+
dan Cl-. Maka dalam keadaan setimbang terdapat y mmol Ag+
dan (a – n) + y mmol Cl-,
sehingga = Ksp AgCl
Dasar titrasi argentometri
adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran
dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl
dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl-
dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq) +
NaCl(aq)
à AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah
semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi
dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42-
dimana dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat
kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Indikator lain yang bisa
dipakai adalah tiosianida dan indikator adsorbsi.
Sebenernya
Ag akan membentuk endapan dengan kromat membentuk Ag2CrO4
tapi karena endapan ini tidak lebih stabil dibanding endapan Ag-halogen, maka
bila dalam Erlenmeyer masih terdapat halogen maka perak yang masuk akan
bereaksi lebih dulu dengan halogen, atau kalaupun terbentuk endapan Ag2CrO4
lebih dulu, masih dapat dipecah bila ada halogen. Dari kondisi ini bisa
dikatakan bahwa titrasi argentometri termasuk jenis titrasi kompetisi (saingan)
antara Ag2CrO4 dengan Ag-halogen.
2.
Praktek
·
Alat Dan Bahan
Alat Yang Digunakan :
1) Gelas kimia
2) erlenmeyer
3) pipet tetes
4) Statif dan klem
5) Corong
6) Buret
7) Neraca analitik
8) Gelas ukur
9) Labu takar
10) Spatula
11)
Batang pengaduk
Bahan :
Bahan :
1) Aquadest,
2) Efedrin HCl,
3) Natrium klorida,
4) Kalium kromat (K2CrO4),
5) Perak Nitrat (AgNO3)
0,052 N,
6) tissue.
·
Prosedur
Kerja
1.
Penetapan NaCl dalam garam dapur dengan cara Mohr
- Ditimbang 1 gram
- Dilarutkan dengan air suling dan dimasukkandalam labu takar 100 ml
- Pipet 25 ml larutan contoh dan dimasukkan dalam Erlenmeyer
- Tambahkan indikator K2CrO4 5%
- Titrasi dengan larutan AgNO3
- Ditimbang 1 gram
- Dilarutkan dengan air suling dan dimasukkandalam labu takar 100 ml
- Pipet 25 ml larutan contoh dan dimasukkan dalam Erlenmeyer
- Tambahkan indikator K2CrO4 5%
- Titrasi dengan larutan AgNO3
2.
Penetapan
NaCl dalam garam dapur
- ditimbang 1 gram
- larutkan dengan air suling, dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan impitkan sampai tanda batas
- pipet 25 ml larutan contoh dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
- tambahkan 50 ml AgNO3 0,1 M encerkan sampai tanda batas
- kocok sampai homogen dan disaring
- pipet air saringan 50 ml, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
- bubuhi 10 ml HNO3 4 ml dan 5 ml indikator Fe3+
- kelebihan AgNO3 dititar dengan larutan standar KSCN 0,1 M
- ditimbang 1 gram
- larutkan dengan air suling, dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan impitkan sampai tanda batas
- pipet 25 ml larutan contoh dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
- tambahkan 50 ml AgNO3 0,1 M encerkan sampai tanda batas
- kocok sampai homogen dan disaring
- pipet air saringan 50 ml, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
- bubuhi 10 ml HNO3 4 ml dan 5 ml indikator Fe3+
- kelebihan AgNO3 dititar dengan larutan standar KSCN 0,1 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar