Selasa, 16 April 2013

VAKSIN DTP
Imunisasi DTP, Dengan pemberian imunisasi DTP, diharapkan penyakit difteri, tetanus, dan pentusis, menyingkir jauh dari tubuh si kecil.Imunisasi DPT merupakan salah satu imunisasi yang wajib diberikan pada bayi. Imunisasi ini biasanya diberikan dalam beberapa tahapan. Untuk totalnya, pemberian imunisasi ini mencapai enam kali. Biasanya dilakukan mulai dari bayi usia 2 bulan hingga usianya mencapai 12 tahun.  Imunisasi DPT diberikan untuk mencegah penyakit seperti difteri, tetanus, dan pertusis. Bayi disarankan untuk diberikan imunisasi ini saat usianya 2 bulan. Tapi jika bayi Anda usianya sudah melebihi 2 bulan dan belum di imunisasi DPT lakukan saja sesuai urutan tahapan berdasarkan usianya.Seperti imunisasi kebanyakan, hal yang membuat orangtua risau adalah ketika imunisasi tersebut menimbulkan efek pada bayinya. Pada imunisasi DPT efek samping tersebut memang ada. Biasanya efek yang ditimbulkan berupa demam atau panas. Namun Anda tidak perlu cemas. Ada beberapa tips jika bayi Anda terkena efek samping tersebut. Peluklah bayi Anda dengan metode skin to skin. Hal ini akan menenangkan buah hati Anda. Pemberian ASI harus terus dilakukan, jika perlu diperbanyak.
    Cobalah untuk kompres anak dengan menggunakan air hangat. Mengompres dengan air hangat dinilai lebih efektif dibanding dengan air dingin. Jika demam bayi atau anak Anda tidak juga turun, Anda bisa berikan paracetamol. Usahakan pemberian paracetamol menjadi alternatif pilihan paling akhir.
    Berikan imunisasi DPT pada bayi Anda sesuai dengan urutan tahapannya. Konsultasikan pada dokter atau bidan Anda agar mendapatkan penjelasan yang rinci mengenai imunisasi tersebut. Mintalah jadwal imunisasi agar Anda tidak terlambat memberikan imunisasi pada si kecil.

Difteri adalah penyakit akibat terjangkit bakteri yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae. Difteri ialah penyakit yang mengerikan di mana masa lalu telah menyebabkan ribuan kematian, dan masih mewabah di daerah-daerah dunia yang belum berkembang. Orang yang selamat dari penyakit ini menderita kelumpuhan otot-otot tertentu dan kerusakan permanen pada jantung dan ginjal. Anak-anak yang berumur satu sampai sepuluh tahun sangat peka terhadap penyakit ini. Kuman difteri disebarkan oleh menghirup cairan dari mulut atau hidung orang yang terinfeksi, dari jari-jari atau handuk yang terkontaminasi, dan dari susu yang terkontaminasi penderita.Cara Penularan :
Difteri bisa menular dengan cara kontak langsung maupun tidak langsung. Air ludah yang berterbangan saat penderita berbicara, batuk atau bersin membawa serta kuman kuman difteri. Melalui pernafasan kuman masuk ke dalam tubuh orang disekitarnya, maka terjadilah penularan penyakit difteri dari seorang penderita kepada orang orang disekitarnya.
Gejala :
• Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derjat Celcius,
• Batuk dan pilek yang ringan.
• Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
• Mual, muntah , sakit kepala.
• Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu abuan kotor.
• Kaku leher
Akibat Difteri :
Setelah melalui masa inkubasi selama 2-4 hari kuman difteri membentuk racun atau toksin yang mengakibatkan timbulnya panas dan sakit tenggorokan. Kemudian berlanjut dengan terbentuknya selaput putih di tenggorokan akan menimbulkan gagal nafas, kerusakan jantung dan saraf.
Difteri ini akan berlanjut pada kerusakan kelenjar limfe, selaput putih mata, vagina. Komplikasi lain adalah kerusakan otot jantung dan ginjal.
Pengobatan :
Pengobatan difteri tidak bisa dilaksanakan sendiri dirumah , segeralah di rawat dirumah sakit jangan sampai terlambat. Karena difteri sangat menular penderita perlu diisolasi. Istirahat total di tempat tidur mutlak diperlukan untuk mencegah timbulnya komplikasi yang lebih parah. Fisioterapi sangat diperlukan untuk penderita yang sarafnya mengalami gangguan sehingga mengakibatkan kelumpuhan. Tindakan trakeotomi diperlukan bagi penderita yang tersumbat jalan nafasnya, dengan membuat lubang pada batang tenggorokan.
Pencegahan :
Difteri jenis penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Berikanlah imunisasi pada bayi umur dua bulan sebanyak tiga kali dengan selang satu bulan. Jenis imunisasi ini termasuk dalam Lima Imunisasi Dasar Lengkap. Biasanya imunisasi ini berbarengan dengan imunisasi polio, hepatitis B. Sedangkan imunisasi Difteri tergabung dalam Imunisasi D P T atau Difteri, Pertusis dan Tetanus. Untuk bayi umur sembilan bulan dilengkapi dengan imunisasi Campak (Morbili) . Segeralah imunisasi anak anda di Posyandu, Puksemas atau pelayanan kesehatan lainnya.
Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw [1], merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid).[1] Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik.[1] Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang.[2] Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan.[3]
C. tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan berbentuk drumstick.[4] Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik.[3] Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya.[3] Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian.[1][5] Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam.[3] Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf).[1] C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin.[6] Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat memengaruhi tetanus.[1] Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat.
Pertusis atau batuk rejan atau batuk seratus hari adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh Bordetella pertusis. Pertusis merupakan penyakit yang toxin mediated, toksin yang dihasilkan kuman (melekat pada bulu getar saluran napas atas) akan melumpuhkan bulu getar tersebut sehingga gangguan aliran sekret saluran pernapasan, dan berpotensi menyebabkan pneumonia.
a. Gejala-Gejala
 Biasanya pertusis mulai seperti pilek dengan ingus, kecapaian dan adakalanya demam ringan. Kemudian timbulnya batuk, biasanya bertubi-buti, diikuti dengan rejan. Adakalanya orang muntah setelah batuk. Pertusis parah sekali bagi anak kecil, yang membiru atau berhenti bernapas sewaktu batuk dan mungkin harus dibawa ke rumah sakit. Anak yang lebih besar dan orang dewasa mengalami penyakit yang lebih ringan dengan batuk yang berkelanjutan selama berminggu-minggu, tanpa memperhatikan perawatan.
b. Cara Penularan
 Pertusis ditularkan kepada orang lain melalui tetesan (dari batuk atau bersin). Tanpa perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk mulai. Waktu antara eksposur dan penyakit biasanya antara 7 sampai 10 hari, tetapi mungkin berkelanjutan sampai 3 minggu
 C. Pencegahan
 • Memberikan Imunisasi
 • Lakukan Imunisasi pada bayi anda
 • Jauhi bayi Anda dari orang yang batuk
 • Jalani imunisasi jika Anda orang dewasa yang mempunyai kontak dekat dengan anak kecil




Selamat Datang di Blog saya, maaf masih berantakan. Maklum, masih pemula :)
Semoga  informasi yang saya share bisa bermanfaat. Amiiin :)

TUGAS MAKALAH

053.KK.18
Guru Pembimbing : Drs. Suwito
Materi :
Ø  Analisa Kuantitatif Permanganometri.
Ø  Analisa Kuantitatif Yodometri.
Ø  Analisa Kuantitatif Argentometri.

Disusun Oleh :           1) Novi Patminingsih                         (7835/4452.053)
2) Nurul Fatimah                              (7839/4456.053)
3) Pawestri Cahyaning K                  (7842/4459.053)











SMK NEGERI 3 KIMIA MADIUN
Jln. Mayjend Panjaitan no. 20A MADIUN




A.   ANALISASI KUANTITATIF PERMANGANOMETRI
1.     Dasar Teori
Permanganometri disebut juga dengan metode oksidimetri karena merupakan analisis kuantitatif yang di dasarkan pada sifat oksidasi dari larutan standartnya. Pada umumnya larutan zat yang ditritrasi bersifat reduktor, sehingga dalam reaksi ini reaksinya berupa reaksi redoks. (Khopkar, 2002).
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan ditemukan dalam penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur pengoksida, yang cukup kuat untuk mengoksida Mn(II) menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O 5MnO2 + 4H+
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada: Larutan pentiter KMnO4¬ pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa. Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan permanganometri seperti:
1. Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
2. Ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebutdan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
Prinsip dari titrasi permanganometri adalah berdasarkan reaksi oksidasi dan reduksi.
Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks. Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sample.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi.

Kalium Permanganat distandarisasikan dengan menggunakan natrium oksalat atau sebagai arsen (III) oksida standar-standar primer. Reaksi yang terjadi pada proses pembakuan kalium permanganat menggunakan natrium oksalat adalah:
5C2O4- + 2MnO4- + 16H+ 
 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O
Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan kelebihan permanganat.

Cara Permanganometri adalah untuk menentukan kadar besi (Fe) yang terdapat dalam sampel. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sampel yang mengandung Fe, kalium permanganat (KMnO4) 0,1 N, asam oksalat (H2C2O4) 0,1 N, asam sulfat (H2SO4) 6 N dan asam fosfat (H3PO4) 85%. Sedangkan alat yang digunakan yaitu satu set alat standardisasi, pemanas, gelas ukur, erlenmeyer dan pipet volum. Prosedur percobaan ini adalah penyiapan larutan kalium permanganat 0,1 N kemudian standarisasi kalium permaganat dengan cara mentitrasi larutan tersebut menggunakan asam sulfat 6 N dan menentukan kadar besi dengan cara mentitrasi sampel menggunakan larutan kalium permanganat. Dari percobaan ini menunjukan bahwa kadar besi (Fe) yang terdapat dalam sampel adalah 0,002 N, dan % ralat Fe sebesar 99 %.
Ø  Peralatan Permanganometri
1. Statif dan Klem
2. Buret
3. Erlenmeyer
4. Beaker glass
5. Gelas ukur
6. Corong glass
7. Kasa penyangga
8. Pipet tetes
9. Termometer
10. Penanggas air
11. Batang Pengaduk
Bahan:
1.     KmnO4
2.    Asam Oksalat
3.    Aquades

Ø  Prosedur Percobaan
Prosedur Penyiapan Larutan KMnO4 0,1 N :
1.     Sebanyak 3,16 gram kristal KMnO4 ditimbang dan dimasukkan kedalam beker gelas.
2.    Ditambahkan kedalam beaker gelas aquades hingga volume 200 ml.
3.    Larutan diaduk rata dan dipanaskan hingga mendidih.
4.    Larutan didinginkan dan disimpan kedalam botol coklat agar tidak terkontaminasi.
5.    Apabila larutan akan digunakan larutan harus distandarisasi terlebih dahulu.

Ø  Prosedur Standarisasi Larutan KMnO4 0,1 N
1.     Dipipet 10 ml larutan asam oksalat 0,1 N menggunakan pipet volume, masukkan kedalam erlenmeyer 100 ml.
2.    Ke dalam erlenmeyer ditambahkan 10 ml H2SO4 6 N aduk rata kemudian panaskan hingga mencapai 70-80 oC menggunakan penangas air.
3.    Dalam keadaan panas titrasi perlahan-lahan dengan larutan KMnO4 0,1 N hingga diperoleh warna merah rosa yang stabil.
4.    Setelah warna tersebut terbentuk, catat volume KMnO4 yang terpakai.
5.    Percobaan di atas dilakukan sebanyak 3 kali.
6.    Dihitung volume KMnO4 rata-rata, konsentrasi dan % ralatnya.

Ø  Prosedur Penentuan Kadar Besi (Fe)
1.     Sampel yang mengandung larutan Fe2+ dipipet 15 ml dimasukkan kedalam Erlenmeyer.
2.    Ditambahkan 10 ml H2SO4 dan 2 ml H3PO4 85%.
3.    Lakukan titrasi perlahan-lahan dengan larutan KMnO4 0,05 N hingga terjadi perubahan warna merah rosa yang stabil.
4.    Apabila warna tersebut telah terbentuk, dicatat volume KMnO4 yang terpakai.
5.    Percobaan di atas dilakukan sebanyak 3 kali.
6.    Dihitung konsentrasi Fe dalam sampel dan % ralatnya
Sumber :
B.  Analisa Kuantitatif Yodiometri (iodiometri )
1.  Dasar Teori
Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sample atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodida .Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai penitar. Dalam reaksi redoks harus selalu ada oksidator dan reduktor ,sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya  (melepaskan electron ), maka harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (menangkap electron) ,jadi tidak mungkin hanya ada oksidator saja ataupun reduktor saja. Dalam metoda analisis ini , analat dioksidasikan oleh I2 , sehingga I2 tereduksi menjadi ion iodida :
A ( Reduktor ) + I2        A ( Teroksidasi ) + 2 I -
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat (lemah) , sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang digunakan adalah amilum yang akan memberikan warna biru pada titik akhir penitaran .
I2 + 2 e -    2 I-
Iod merupakan zat padat yang sukar larut dalam air (0,00134 mol/L) pada 25◦C , namun sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodida . iod membentuk kompleks triiodida dengan iodida :
I2 + I-    I3-
Ion cenderung dihidrolisis membentuk asam iodide dan hipoiodit :
I2 + H2O          HIO + H+ + I-
Larutan standar iod harus disimpan dalam botol gelap untuk mencegah peruraian HIO oleh cahaya matahari .
2HIO           2 H+ + 2 I- +O2 (g) 
Dalam analisa volumetri, yang dimaksud proses yodiometri adalah proses titrasi terhadap iodium ( I2 ) bebas dalam larutan, sedang proses iodimetri adalah proses titrasi menggunakan larutan I2 sebagai standar.
            Pada sebagian besar titrasi yodiometri, bila didalam larutan terdapat kelebihan ion iodida, maka akan terjadi ion Triiodida ( I3- ). Hal ini disebabkan karena iodium sangat cepat larut dalam larutan iodida. Khusus dalam proses titrasi iodo-iodimetri, maka yang dimaksud dengan berat ekivalen suatu zat adalah banyaknya zat tersebut yang dapat bereaksi atau dapat 
Membebaskan 1 gram I. Dibandingkan dengan oksidator-oksidator seperti : KMnO4, K2Cr2O7, atau Ce(SO4)2, I2 merupakan oksidator yang lebih lemah, tetapi merrupakan suatu reduktor yang lebih kuat.
            Larutan I2 dalam larutan KI encer berwarna coklat muda. Bila 1 tetes larutan I2 0,1 N dimasukkan kedalam 100 ml aquadest akan memberikan warna kuning muda, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam suatu larutan yang tidak berwarna I2 dapat berfungsi sebagai indikator. Namun demikian, warna yang terjadi dalam larutan tersebut akan lebih sensitif dengan menggunakan larutan kanji sebgai katalisatornya karena kanji dengan I2 dalam larutan KI bereaksi menjadi suatu kompleks iodium yang berwarna biru, meskipun konsentrasi I2 sangat kecil.
Kegunaan Iodometri:
*Untuk menetapkan kadar larutan iodin, larutan natrium tiosulfat dan zat-zat yang dapat bereaksi dengan iodida membebaskan iodin.
Contoh Kegunaannya:
  1. Penetapan kadar CaOCl2 dalam kaporit
CaOCl2 + 2HCl ? CaCl2 + H2O + Cl2
Cl2+ 2 KI? 2KCl + I2
  1. Penetapan kadar kalium bikhromat
Cr2O72- + 14H3O+ + 6e ? 2Cr3+ + 21H2O
( 2I? I2 + 2e ) X3
Cr2O72- + 14H3O+ + 6I- ? 2Cr3+ + 7H2O + 3I2
3. Penetapan kadar FeCl3
KI + HCl ? KCl + HI
FeCl+ 2HI ? 2HCl + 2FeCl3 + I2
4. Penetapan kadar CuSO4
2CuSO4 + 4KI ? 2K2SO+ 2CuI2
2CuI2 ? 2CuI + I2 +
2 CuSO4 + 4KI? 2K2SO4 + 2CuI + I2
5. Penetapan kadar NaClO dalam pemutih
Cl2 + 2NaOH ? NaCl + NaClO + H2O

Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Pada Titrasi Secara Yodiometri
“Oksigen Error” terjadi jika dalam larutan asam (kesalahan makin besar dengan meningkatnya asam).
Pencegahan : -suasana atmosfir inert
                      - penambahan CO2 padat atau NaHCO3
 Reaksi yodiometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH<8), jika terlalu basa, maka
akan terjadi reaksi:  I2 + 2-OH                    IO-(ion hipoiodit)  + I-  + H2O
    3IO           2I-   +    IO3-(ion iodat)
Sehingga volume tiosufat (titran) berkurang, kesalahan sampai 4% terjadi pada pH sekitar 11,5                  larutan kanji yang telah rusak akan memberi warna violet yang sulit hilang warnanya, sehingga akan mengganggu penitaran. Pemberian kanji terlalu awal, dapat menyebabkan iodium menguraikan amilum dan hasil peruraian mengganggu perubahan warna pada titik akhir penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam KI, jadi KI yang ditambahkan selain mereduksi analit juga melarutkan I2 hasil reaksi.
Terdapat dua cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit).(Bassett,1994).
Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran. perubahan warna yang terjadi pada larutan akan semakin jelas dengan penambahan indikator amilum/kanji.
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia
Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat.
Kegunaan iodine dalam alcohol yang di sebut tingtur yodium,merupakan obat antiseptic bagi luka-luka agar tidak terkena infeksi. Dalam industry tapioca,maizena dan terigu,larutan I2 dalam air dipakai untuk mengindentifikasi amilum, sebab I2 dengan amilum akan memberikan warna biru.
Iodometri adalah analisa titrimetri yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi (III), tembaga (II), dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Metode titrasi iodometri (tak langsung) menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai titran untuk menentukan kadar iodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks.Garam ini biasanya berbentuk sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat.
Dalam iodometri I- dioksidasi oleh suatu oksidator. Jika oksidatornya kuat tidak apa – apa, tetapi jika oksidatornya lemah maka oksidasinya berlangsung sangat lambat dan mungkin tidak sempurna, ini harus dihindari. Cara menghindarinya :
-          Memperbesar [H+], jika oksidasinya kuat dengan menambah H+ atau menurunkan pH.
-          Memperbesar [I-], misalnya oksidasi dengan Fe3+.
-          Dengan mengeluarkan I2 yang berbentuk dari campuran reaksi : misalnya dikocok dengan kloroform, karbon tetra klorida atau bisulfida, maka I2 akan masuk dalam pelarut organik ini, sebab I2 lebih mudah larut dalam senyawa solven organic daripada dalam air.
Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai berikut :
IO3-  + 5I-  + 6H+ → 3I2  + H2O
I2 + 2S2O32-  → 2I- + S4O62-

*Bentuk fisik zat

Nama Zat
Pengamatan
Cu
HNO3 6 M
H2SO4 pekat
NH3 6 M
H2SO4 3M
H3PO4
KI
Na2S2O3
Larutan Na2S2O3
Larutan KI
CuSO4
Larutan  CuSO4
Larutan amilum
Larutan KSCN
Logam berwarna kuning emas mengkilap
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
Serbuk berwarna putih
Bongkahan bening
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna
Bongkahan berwarna biru
Bongkahan berwarna biru
Larutan tidak berwarna
Larutan tidak berwarna

2.    Tujuan:
Ø  Membuat larutan Natrium Thio Sulfat (Na2S2O3) 0,1 N
Ø  Menetapkan normalitas Natrium Thio Sulfat (Na2S2O3) 0,1 N
Ø  Menentukan kadar Cu ( II ) dalam cupri sulfat
Ø  Menentukan kadar klorin pada pemutih (NaClO)

3.    PRAKTEK
ALAT DAN BAHAN
·         Alat yang digunakan
Ø Buret
Ø Statif dan Klem
Ø Alas Titar
Ø Erlenmeyer 250 ml
Ø Gelas Beker
Ø Labu ukur 100 dan 250 ml
Ø Pipet gondok 25 ml
Ø Kaca Arloji
Ø Pipet ukur
Ø Pipet Tetes
Ø Propipet
Ø Sudip
Ø Termometer
Ø Kompor listrik
Ø Botol semprot
Ø Neraca Analisi 

·         Bahan yang digunakan:
Ø Aquades
Ø Kalium Dikromat ( padat )
Ø Larutan KI 20%
Ø Larutan H2SO4 4 N
Ø Larutan Natrium thio sulfat (Na2S2O3) 0,1 N
Ø Indikator Amilum
Ø Cupri sulfat ( padat )
Ø Pemutih ( NaClO )


·         Prosedur Kerja
 Prosedur Kerja umum
1)      Siapkan tempat untuk kita melakukan praktikum
2)      Persiapkan alat-alat yang akan digunakan pada proses titrasi
3)      Cuci dan bersihkan alat -alat yang akan digunakan
4)      Siapkan bahan-bahan yang akan digunakan
5)      Pasang buret pada statif
B. Prosedur Kerja Pembuatan Larutan H2SO4 4N
Ø Siapkan labu ukur 250 ml kemudian diisi dengan aquades secukupnya
Ø Ambil larutan H2SO4 4N sebanyak 27,7 ml dengan menggunakan pipet gondok 25 ml dan pipet ukur 5 ml
Ø Masukkan kedalam labu takar 250 ml yang telah diisi dengan aquades tadi
Ø Tambahkan aquades hingga tanda garis
Ø Kocok-kocok dengan cara searah sehingga menjadi homogen
Ø Apabila masih terasa panas masukkan atau rendam labu ukur tadi kedalam air dan diamkan hingga dingin
Ø Larutan H2SO4 telah siap digunakan untuk bahan tambahan pada proses titrasi penentuan standarisasi KMnO4
C. Prosedur Kerja Pembuatan larutan kalium dikromat dan penentuan standarisasi larutan tiosulfat.0,1N
Ø Timbang kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,5 gram dengan menggunakan gelas arloji dan neraca analitis
Ø Masukkan kedalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan aquades sampai tanda garis 100 ml
Ø Ambil dengan menggunakan pipet gondok sebanyak 10 ml, masukkan dalam erlenmeyer 100 ml, dan tambahkan 3 ml larutan KI 10% kemudian tambahkan lagi 10 ml larutan H2SO4 4N kedalam larutan tersebut
Ø Kocok-kocok hingga sampai menjadi homogen
Ø Tutup rapat-rapat dan simpan ditempat yang gelap selama lebih kurang 3 menit
Ø Siapkan larutan tiosulfat (Na2S2O3) sebagai titran pada buret
Ø Lakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna pada campuran larutan kalium dikromat dari warna coklat tua menjadi kuning kehijauan
Ø Tambahkan Amilum ± 3-7 tetes hingga terjadi perubahan warna dari kuning kehijauan menjadi biru tua kehitaman
Ø Lakukan titrasi kembali hingga berubah dari biru tua kehitaman menjadi warna biru muda
Ø Lakukan titrasi sebanyak 3 kali agar mendapatkan hasil yang lebih tepat
Ø Hitung, catat dan rata-ratakan hasil volume larutan thiosulfat yang terpakai.
D. Prosedur Penetapan Kadar Cu(II) dalam cupri sulfat
Ø  Timbang ± 0,781 gram cupri sulfat (CuSO4) menggunakan gelas arloji dan neraca analitik
Ø Larutkan dengan aquades dalam gelas bekker hingga menjadi larutan homogen
Ø Masukkan kedalam labu ukur 50 ml dan encerkan dengan aquades hingga tanda garis
Ø Kocok hingga menjadi larutan homogen
Ø Ambil sebanyak 10 ml dengan menggunakan pipet gondok 10 ml
Ø Masukkan dalam erlenmeyer 250 ml tambahkan larutan KI 10% sebanyak 5 ml dan H2SO4 4N sebanyak 10 ml. Larutkan sampai menjadi homogen
Ø Tutup dengan plastik dan simpan ditempat yang gelap selama ± 3 menit
Ø Siapkan larutan thiosulfat sebagai larutan titran dalam buret
Ø Lakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna dari warna coklat tua menjadi warna kuning kehijauan.
Ø Tambahkan amilum ± 3-5 tetes sampai terjadi perubahan warna dari kuning kehijauan menjadi biru tua
Ø Lakukan titrasi kembali sampai warnanya berubah menjadi putih susu
Ø Lakukan titrasi sebanyak 3 kali
Ø Catat volume thiosulfat yang dipakai dan jumlahkan jumlah rata-rata dari ketiga titrasi tadi

E. Penetapan kadar klorin pada pemutih (NaClO)
Ø Ambil cairan pemutih (Bayclin) sebanyak 5 ml dengan menggunakan pipet gondok 5 ml
Ø Masukkan kedalam labu takar 100 ml dan encerkan dengan aquades hingga tanda garis
Ø Kocok sampai menjadi larutan yang homogen
Ø Ambil sebanyak 5 ml dengan menggunakan pipet gondok 5 ml dan masukkan kedalam tabung erlenmeyer
Ø Tambahkan KI 20% sebanyak 5 ml dan H2SO4 sebanyak 5 ml
Ø Lakukan titrasi dengan larutan thiosulfat sebagai titran dan larutan campuran pemutih sebagai titrat sampai terjadi perubahan warna dari merah tua menjadi kuning emas
Ø Tambahkan Amilum sebanyak ± 3-5 tetes sampai terjadi perubahan warna dari kuning emas menjadi kuning kehijauan pekat
Ø Lakukan titrasi kembali sampai warnanya berubah menjadi warna jernih.
Ø Lakukan titrasi sebanyak 3 kali
Ø Catat volume thiosulfat yang dipakai dan jumlahkan jumlah rata-rata dari ketiga titrasi tadi
Hasil dan Pengamatan
1.      Pengamatan pada proses Penentuan Standarisasi Kalium Dikromat dengan titran Thiosulfat (Na2S2O3) 
Ø Pada awalnya warna kalium dikromat yang diencerkan dengan faktor pengencer 100/10 berwarna kuning setelah tambah KI 10% sebanyak 3 ml warnanya berubah menjadi coklat tua dan setelah ditambahkan H2SO4 4N sebanyak 10 ml warnaya berubah kembali menjadi warna coklat tua pekat kemudian setelah dititrasi dengan larutan thiosulfat sebanyak ±10 ml warnanya berubah menjadi kuning kehijauan dan ditambahkan amilum sebanyak ±3 tetes warnanya berubah menjadi biru tua kehitaman kemudian dititrasi kembali dengan thio sebanyak ±1ml larutannya kembali berubah warna menjadi biru muda dan apabila warnanya telah menjadi biru muda maka proses titrasi telah selesai dan hasil thio yang terpakai dijadikan sebagai volum titrasi serta untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat sebaiknya titrasi dilakukan lebih dari satu dan kita ambil hasil akhir dari titrasi adalah hasil rata-rata dari jumlah titrasi yang kita lakukan.
Ø Sebelum dilakukan titrasi yodiometri larutan harus didiamkan beberapa menit ditempat yang gelap atau tidak terkena sinar hal ini disebabkan sifat dari larutan yodiometri yang mengandung iodium yang sangat peka terhadap oksigen apabila dibiarkan terkena sinar akan menyebabkan pH asamnya terus naik dan itu sangat sulit untuk dilakukan titrasi dengan larutan thiosulfat karena untuk melakukan titrasi keadaan pH larutan iodium harus dalam keadaan sedikit basa (pH<8) tetapi apabila terlalu basa juga tidak bagus karena akan terjadi endapan iodium.
Ø Pada percobaan ketiga pada titrasi penentuan standarisasi thiosulfat KI yang digunakan adalah KI 20% sehingga karena kadar KI yang banyak menyebabkan pada saat penambahan amilum warnanya langsung berubah menjadi biru muda sehingga tidak dilakukan titrasi kembali karena telah bersifat basa
2.      Pengamatan pada proses Penentuan Kadar Larutan cu dalam cupri sulfat
Ø Pada awalnya larutan CuSO4 berwarna biru muda ditambah KI 10% 5 ml dan H2SO4 4N 10 ml warnanya menjadi coklat tua. Kemudian setelah dititrasikan dengan thiosulfat sebanyak  ±5,5 ml warnanya berubah menjadi kuning kehijauan dan setelah ditambahkan amilum beberapa tetes warnanya menjadi biru tua dan dilakukan titrasi kembali dengan thiosulfat sebanyak ±6,6 ml warnanya menjadi putih susu dan setelah dibiarkan beberapa sa’at terdapat endapan berwarna putih pekat.
Ø Pada percobaan titrasi 2 dan 3 kemungkinan kadar kanji dalam larutan KI 10% telah rusak karena setelah dititrasi dan didiamkan beberapa sa’at warnanya berubah dari putih susu menjadi kekuning-kuningan atau keruh dan mengendap.
Ø Titrasi dilakukan pada saat larutan CuSO4 telah didiamkan paling lama 3 menit ditempat yang gelap.
3.      Pengamatan pada penentuan kadar klorin dalam pemutih (Bayclin)
Ø Pada awalnya larutan pemutih dengan faktor pengencer 100/5 berwarna jernih dan setelah ditambah KI 20% dan H2SO4 4N warnanya berubah menjadi merah tua dan setelah dilakukan titrasi dengan thiosulfat sebanyak ±3 ml warnanya berubah menjadi warna kuning keemasan dan setelah ditambahkan amilum warnanya berubah menjadi warna kuning kehijauan dan setelah dilakukan titrasi kembali dengan thiosulfat sebanyak ±0,5 ml warnanya berubah menjadi bening atau tidak berwarna.
Ø Pada titrasi penentuan kadar klorin dalam pemutih larutan CuSO4 tidak dilakukan proses ditempat yang gelap.


C.  Analisa Kuantitatif Argentometri
1.  Dasar Teori
Argentometri adalah suatu proses titrasi yang menggunakan garam argentum nitrat (AgNO3) sebagai larutan standard. Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri (titrasi). Volumetri  Dalam titrasi argentometri, larutan AgNO3 digunakan untuk menetapkan garam-garam halogen dan sianida karena kedua jenis garam ini dengan ion Ag+ dari garam standard AgNO3 dapat memebentuk suatu endapan atau suatu senyawa kompleks sesuai dengan persamaan reaksi berikut ini :
       NaX   +  Ag+      Û      AgX   +   Na+     ( X = halida )
       KCN   +  Ag+      Û      AgCN   +   K+
       KCN   +  AgCN      Û      K{Ag(CN)2}        
Argentometri termasuk salah satu cara analisis kuantitatif dengan sistem pengendapan. Cara analisis ini biasanya dipergunakan untuk menentukan ion-ion halogen, ion perak, ion tiosianat serta ion-ion lainnya yang dapat diendapkan oleh larutan standardnya.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq)  +  NaCl(aq) -> AgCl(s)  + NaNO3(aq)
Argentometri titrasi yang didasarkan pada reaksi pengendapan. Titrasi ini terbatas pada reaksi antara ion Ag+ dengan anion-anion X- yaitu : halida, tiosianat dan sianida. Pada titrasi ini AgNO3 digunakan sebagai larutan standar.
      Ag++X-AgX(p)
         Suatu reaksi pengendapn berkesudahan bila endapan yang terbentuk mempunyai kelarutan yang cukup kecil. Di dekat titik ekivalennya akan terjadi perubahan besar dari konsentrasi ion-ion yang dititrasi. Untuk menunjukan berakhirnya suatu reaksi pengendapan dipergunakan suatu indikator yang baru menghasilkan suatu endapan bila reaksi dipergunakan dengan berhasil baik untuk titirasi pengendapan ini.
Dalam titrasi pengendapan dikenal tiga metode yaitu
a.      Metode Mohr
Metode ini di pakai terutama dalam penentuan klorida dan bromida.Suatu larutan klorida dititrasi dengan larutan AgNO3,maka akan terjadi :
          Ag+ + Cl-           AgCl
Titik akhir titrasi dapat dinyatakan dengan indicator larutan K2CrO4 dengan ion Ag+ berlebih menghasilkan endapan merah dari AgCrO4. Kelebihan dari AgCl yang berwarna putih mulai berubah warna menjadi kemerah-merahan. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana netral agar dapat diperoleh dalam keadaan murni.  Sebagai larutan baku primer mempunyai bobot equivalen yang tinggi.


b.      Metode Volhard
Titrasi ini dilakukan secara tak langsung di mana ion halogen di endapkan oleh ion Ag+ berlebih-lebihan. Kelebihan ion perak dititrasi dengan larutan KCNS atau NH2CNS. Titk akhir titrasi dapat dinyatakan dengan indicator ion FE+++ yang dengan ion CNS berlebihan menghasilkan larutan berwarna merah. Titrasi dilakukan dalam suasana asam yang berlebihan.
c.      Metode Vajans
Metode ini adalah suatu halogen dengan AgNO3 membentuk endapan perak halogenida yang pada titik equivalen dapat mengabsorpsi berbagai zat warna,dengan demikian terjadi perubahan warna. Klorida dapat dititrasi dengan indicator flouresen bromida,iodide dan thiosianat dapat dititrasi dalam suasana asam lemah.
Bila kita alurkan volume titransebagai absis dan pAg atau pX (X =anion yang di endapkan oleh Ag+) sebagai ordinat,maka akan diperoleh kurva titrasi. Di situ titrant ialah AgNO3 dan yang di titrasi adalah NaCl. Perhitungan koordina adalah sebagai berikut :
a)     Awal : pCl = -log [NaCl] ; misal [NaCl]= 0,1 maka pCl = 0,1
b)     Sebelum titik akhir : Ag+    +    Cl- AgCl
Y (a – n) + y( n – y )
          Di mana a = mmol Cl- semula (jumlah analitis)
                       n = mmol Ag+ yang telah di tambahkan
                      y = mmol Ag+ yang tak terendapkan sebagai akibat
                          kesetimbangannya;
maka jumlah AgCl yang terendap (tanpa kesetimbangan)ialah n mmol. Boleh dibayangkan,bahwa kemudian y mmol AgCl larut kembali untuk memenuhi hokum kesetimbangan ,dengan membentuk kembali y mmol Ag+ dan Cl-. Maka dalam keadaan setimbang terdapat y mmol Ag+ dan (a – n) + y mmol Cl-,
sehingga = Ksp AgCl
          Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq) +  NaCl(aq)
à AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Indikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indikator adsorbsi.
Sebenernya Ag akan membentuk endapan dengan kromat membentuk Ag2CrO4 tapi karena endapan ini tidak lebih stabil dibanding endapan Ag-halogen, maka bila dalam Erlenmeyer masih terdapat halogen maka perak yang masuk akan bereaksi lebih dulu dengan halogen, atau kalaupun terbentuk endapan Ag2CrO4 lebih dulu, masih dapat dipecah bila ada halogen. Dari kondisi ini bisa dikatakan bahwa titrasi argentometri termasuk jenis titrasi kompetisi (saingan) antara Ag2CrO4 dengan Ag-halogen.
2. Praktek 
·         Alat Dan Bahan
Alat Yang Digunakan :
1)    Gelas kimia
2)   erlenmeyer
3)   pipet tetes
4)   Statif dan klem
5)   Corong
6)   Buret
7)   Neraca analitik
8)   Gelas ukur
9)   Labu takar
10)  Spatula
11)                Batang pengaduk
Bahan :
1)   Aquadest, 
2)  Efedrin HCl,
3)  Natrium klorida,
4)  Kalium kromat (K2CrO4),
5)  Perak Nitrat (AgNO3) 0,052 N,
6)  tissue.
·      Prosedur Kerja
1.     Penetapan NaCl dalam garam dapur dengan cara Mohr
- Ditimbang 1 gram
- Dilarutkan dengan air suling dan dimasukkandalam labu takar 100 ml
- Pipet 25 ml larutan contoh dan dimasukkan dalam Erlenmeyer
- Tambahkan indikator K2CrO4 5%
- Titrasi dengan larutan AgNO3

2.     Penetapan NaCl dalam garam dapur
- ditimbang 1 gram
- larutkan dengan air suling, dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan impitkan sampai         tanda batas
- pipet 25 ml larutan contoh dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
- tambahkan 50 ml AgNO3 0,1 M encerkan sampai tanda batas
- kocok sampai homogen dan disaring
- pipet air saringan 50 ml, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
- bubuhi 10 ml HNO3 4 ml dan 5 ml indikator Fe3+
- kelebihan AgNO3 dititar dengan larutan standar KSCN 0,1 M